30.5.13

Carita Sunda: Raden Syarif Hidayatullah


Seperti telah diuraikan dalam cerita sebelumnya,  bahwa ketika selesai menunaikan ibadah haji, Nyi Mas Larasantang dinikahkan oleh kakaknya (Walangsungsang) dengan Syarif Abdullah, seorang penguasa kota Mesir dari klan al-Ayyubi dari dinasti Mamluk. Ia adalah putera dari Nurul Alim atau Ali Burul Alim yang mempunyai dua saudara, yaitu Barkat Zainal Abidin (buyut Fadhilah Khan, Faletehan) dan Ibrahim Zainal Akbar, yaitu ayah dari Ali Rahmatullah atau raden Rahmat atau Sunan Ampel (Yuyus Suherman, 1995:14). Nurul Alim, Barkat Zainal Abidin, dan Ibrahim Zainal Akbar merupakan keturunan Rasulullah saw. Nurul Alim menikah dengan puteri penguasa Mesir (wali kota), karena itulah Syarif Abdullah (puteranya) menjadi penguasa (wali kota) Mesir pada masa dinasti Mamluk. Hasil pernikahan antara Syarif Abdullah dengan Nyi Mas Larasantang melahirkan dua putera yaitu, Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) yang lahir di Mekkah pada tahun 1448 dan Syarif Nurullah yang lahir di Mesir.

Prabu Kian Santang



Sebagaimana halnya dengan Prabu Siliwangi, Kian Santang (Ki Hyang Sancang) merupakan salah satu tokoh yang dianggap misterius. Akan tetapi tokoh ini, dalam cerita lisan dan dunia persilatan (kependekaran) di wilayah Sunda, terutama di daerah Priangan, sangatlah akrab dan legendaris dengan pikiran-pikiran orang Sunda. Dalam tradisi persilatan, Kian Santang terkenal dengan sebutan Gagak Lumayung. Sedangkan nama Kian Santang sendiri sangat terkenal dalam sejarah dakwah Islam di tatar Sunda bagian pedalaman.

Kisah Pangeran Cakra Buana dan Cirebon


Berdasarkan sumber sejarah lokal (seperti Babad Cirebon) bahwa Cakrabuana, Syarif Hidayatullah, dan Kian Santang merupakan tiga tokoh utama penyebar Islam di seluruh tanah Pasundan. Ketiganya merupakan keturunan Prabu Sliliwangi (Prabu Jaya Dewata atau Sribaduga Maha Raja) raja terakhir Pajajaran (Gabungan antara Galuh dan Sunda). Hubungan keluarga ketiga tokoh tersebut sangatlah dekat. Cakrabuana dan Kian Santang merupakan adik-kakak. Sedangkan, Syarif Hidayatullah merupakan keponakan dari Cakrabuana dan Kian Santang. Syarif Hidayatullah sendiri merupakan anak Nyai Ratu Mas Lara Santang, sang adik Cakrabuana dan kakak perempuan Kian Santang.

ASAL USUL SUNDA


Nama Sunda mulai digunakan oleh Maharaja Purnawarman dalam tahun 397M untuk menyebut ibukota kerajaan yang didirikannya, Tarumanagara. Tarusbawa, penguasa Tarumanagara yang ke-13 ingin mengembalikan keharuman Tarumanagara yang semakin menurun di purasaba (ibukota) Sundapura. Pada tahun 670M ia mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda (selanjutnya punya nama lain yang menunjukkan wilayah/pemerintahan yang sama seperti Galuh, Kawali, Pakuan atau Pajajaran).

Peristiwa ini dijadikan alasan oleh Kerajaan Galuh untuk memisahkan negaranya dari kekuasaan Tarusbawa. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Maharaja Tarusbawa menerima tuntutan Raja Galuh. Akhirnya kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batas (Cianjur ke Barat wilayah Sunda, Bandung ke Timur wilayah Galuh).

Menurut sejarah kota Ciamis pembagian wilayah Sunda-Galuh adalah sebagai berikut:

  • ·         Pajajaran berlokasi di Bogor beribukota Pakuan
  • ·         Galuh Pakuan beribukota di Kawali - Ciamis
  • ·         Galuh Sindula yang berlokasi di Lakbok dan beribukota Medang Gili
  • ·         Galuh Rahyang berlokasi di Brebes dengan ibukota Medang Pangramesan
  • ·         Galuh Kalangon berlokasi di Alas Roban beribukota Medang Pangramesan
  • ·         Galuh Lalean berlokasi di Cilacap beribukota di Medang Kamulan
  • ·         Galuh Pataruman berlokasi di Banjarsari beribukota Banjar Pataruman
  • ·         Galuh Kalingga berlokasi di Bojong beribukota Karangkamulyan
  • ·         Galuh Tanduran berlokasi di Pananjung beribukota Bagolo
  • ·         Galuh Kumara berlokasi di Tegal beribukota di Medangkamulyan

Tarusbawa bersahabat baik dengan raja Galuh Bratasenawa atau Sena. Purbasora –yang termasuk cucu pendiri Galuh– melancarkan perebutan tahta Galuh di tahun 716M karena merasa lebih berhak naik tahta daripada Sena. Sena melarikan diri ke Kalingga (istri Sena; Sanaha, adalah cucu Maharani Sima ratu Kalingga).

Sanjaya, anak Sena, ingin menuntut balas kepada Purbasora. Sanjaya mendapat mandat memimpin Kerajaan Sunda karena ia adalah menantu Tarusbawa. Galuh yang dipimpin Purbasora diserang habis-habisan hingga yang selamat hanya satu senapati kerajaan, yaitu Balangantrang.

Sanjaya yang hanya berniat balas dendam terpaksa harus naik tahta juga sebagai Raja Galuh, sebagai Raja Sunda ia pun harus berada di Sundapura. Sunda-Galuh disatukan kembali hingga akhirnya Galuh diserahkan kepada tangan kanannya yaitu Premana Dikusuma yang beristri Naganingrum yang memiliki anak bernama Surotama alias Manarah.

Premana Dikusuma adalah cucu Purbasora, harus tunduk kepada Sanjaya yang membunuh kakeknya, tapi juga hormat karena Sanjaya disegani, bahkan disebut rajaresi karena nilai keagamaannya yang kuat dan memiliki sifat seperti Purnawarman. Premana menikah dengan Dewi Pangreyep –keluarga kerajaan Sunda– sebagai ikatan politik.

Di tahun 732M Sanjaya mewarisi tahta Kerajaan Medang dari orang tuanya. Sebelum ia meninggalkan kawasan Jawa Barat, ia mengatur pembagian kekuasaan antara putranya, Tamperan dan Resiguru Demunawan. Sunda dan Galuh menjadi kekuasaan Tamperan, sedangkan Kerajaan Kuningan dan Galunggung diperintah oleh Resiguru Demunawan.

Premana akhirnya lebih sering bertapa dan urusan kerajaan dipegang oleh Tamperan yang merupakan ‘mata dan telinga’ bagi Sanjaya. Tamperan terlibat skandal dengan Pangreyep hingga lahirlah Banga (dalam cerita rakyat disebut Hariangbanga). Tamperan menyuruh pembunuh bayaran membunuh Premana yang bertapa yang akhirnya pembunuh itu dibunuh juga, tapi semuanya tercium oleh Balangantrang.

Balangantrang dengan Manarah merencanakan balas dendam. Dalam cerita rakyat Manarah dikenal sebagai Ciung Wanara. Bersama pasukan Geger Sunten yang dibangun di wilayah Kuningan Manarah menyerang Galuh dalam semalam, semua ditawan kecuali Banga dibebaskan. Namun kemudian Banga membebaskan kedua orang tuanya hingga terjadi pertempuran yang mengakibatkan Tamperan dan Pangreyep tewas serta Banga kalah menyerah.

Perang saudara tersebut terdengar oleh Sanjaya yang memimpin Medang atas titah ayahnya. Sanjaya kemudian menyerang Manarah tapi Manarah sudah bersiap-siap, perang terjadi lagi namun dilerai oleh Demunawan, dan akhirnya disepakati Galuh diserahkan kepada Manarah dan Sunda kepada Banga.

Konflik terus terjadi, kehadiran orang Galuh sebagai Raja Sunda di Pakuan waktu itu belum dapat diterima secara umum, sama halnya dengan kehadiran Sanjaya dan Tamperan sebagai orang Sunda di Galuh. Karena konflik tersebut, tiap Raja Sunda yang baru selalu memperhitungkan tempat kedudukan yang akan dipilihnya menjadi pusat pemerintahan. Dengan demikian, pusat pemerintahan itu berpindah-pindah dari barat ke timur dan sebaliknya. Antara tahun 895M sampai tahun 1311M kawasan Jawa Barat diramaikan sewaktu-waktu oleh iring-iringan rombongan raja baru yang pindah tempat.

Dari segi budaya orang Sunda dikenal sebagai orang gunung karena banyak menetap di kaki gunung dan orang Galuh sebagai orang air. Dari faktor inilah secara turun temurun dongeng Sakadang Monyet jeung Sakadang Kuya disampaikan.

Hingga pemerintahan Ragasuci (1297M–1303M) gejala ibukota mulai bergeser ke arah timur ke Saunggalah hingga sering disebut Kawali (kuali tempat air). Ragasuci sebenarnya bukan putra mahkota. Raja sebelumnya, yaitu Jayadarma, beristrikan Dyah Singamurti dari Jawa Timur dan memiliki putra mahkota Sanggramawijaya, lebih dikenal sebagai Raden Wijaya, lahir di Pakuan. Jayadarma kemudian wafat tapi istrinya dan Raden Wijaya tidak ingin tinggal di Pakuan, kembali ke Jawa Timur.

Kelak Raden Wijaya mendirikan Majapahit yang besar, hingga jaman Hayam Wuruk dan Gajah Mada mempersatukan seluruh nusantara, kecuali kerajaan Sunda yang saat itu dipimpin Linggabuana, yang gugur bersama anak gadisnya Dyah Pitaloka Citraresmi pada perang Bubat tahun 1357M. Sejak peristiwa Bubat, kerabat keraton Kawali ditabukan berjodoh dengan kerabat keraton Majapahit.
Menurut Kidung Sundayana, inti kisah Perang Bubat adalah sebagai berikut, dikutip dari Jawa Palace:

Tersebut negara Majapahit dengan raja Hayam Wuruk, putra perkasa kesayangan seluruh rakyat, konon ceritanya penjelmaan dewa Kama, berbudi luhur, arif bijaksana, tetapi juga bagaikan singa dalam peperangan. Inilah raja terbesar di seluruh Jawa bergelar Rajasanagara. Daerah taklukannya sampai Papua dan menjadi sanjungan empu Prapanca dalam Negarakertagama. Makmur negaranya, kondang kemana-mana. Namun sang raja belum kawin rupanya. Mengapa demikian..? Ternyata belum dijumpai seorang permaisuri. Konon ceritanya, ia menginginkan isteri yang bisa dihormati dan dicintai rakyat dan kebanggaan raja Majapahit. Dalam pencarian seorang calon permaisuri inilah terdengar khabar putri Sunda nan cantik jelita yang mengawali dari Kidung Sundayana.

Apakah arti kehormatan dan keharuman sang raja yang bertumpuk dipundaknya, seluruh Nusantara sujud di hadapannya. Tetapi engkau satu, jiwanya yang senantiasa menjerit meminta pada yang kuasa akan kehadiran jodohnya. Terdengarlah khabar bahwa ada raja Sunda (Kerajaan Kahuripan) yang memiliki putri nan cantik rupawan dengan nama Diah Pitaloka Citrasemi.

Setelah selesai musyawarah sang raja Hayam Wuruk mengutus untuk meminang putri Sunda tersebut melalui perantara yang bernama tuan Anepaken, utusan sang raja tiba di kerajaan Sunda. Setelah lamaran diterima, direstuilah putrinya untuk di pinang sang prabu Hayam Wuruk. Ratusan rakyat menghantar sang putri beserta raja dan punggawa menuju pantai, tapi tiba-tiba dilihatnya laut berwarna merah bagaikan darah. Ini diartikan tanda-tanda buruk bahwa diperkirakan putri raja ini tidak akan kembali lagi ke tanah airnya. Tanda ini tidak dihiraukan, dengan tetap berprasangka baik kepada raja tanah Jawa yang akan menjadi menantunya.

Sepuluh hari telah berlalu sampailah di desa Bubat, yaitu tempat penyambutan dari kerajaan Majapahit bertemu. Semuanya bergembira kecuali Gajahmada, yang berkeberatan menyambut putri raja Kahuripan tersebut, dimana ia menganggap putri tersebut akan “dihadiahkan” kepada sang raja. Sedangkan dari pihak kerajaan Sunda, putri tersebut akan “di pinang” oleh sang raja. Dalam dialog antara utusan dari kerajaan Sunda dengan patih Gajahmada, terjadi saling ketersinggungan dan berakibat terjadinya sesuatu peperangan besar antara keduanya sampai terbunuhnya raja Sunda dan putri Diah Pitaloka oleh karena bunuh diri. Setelah selesai pertempuran, datanglah sang Hayam Wuruk yang mendapati calon pinangannya telah meninggal, sehingga sang raja tak dapat menanggung kepedihan hatinya, yang tak lama kemudian akhirnya mangkat. Demikian inti Kidung.

Sunda-Galuh kemudian dipimpin oleh Niskala Wastukancana, turun temurun hingga beberapa puluh tahun kemudian Kerajaan Sunda mengalami keemasan pada masa Sri Baduga Maharaja, Sunda-Galuh dalam prasasti disebut sebagai Pajajaran dan Sri Baduga disebut oleh rakyat sebagai Siliwangi, dan kembali ibukota pindah ke barat.

Menurut sumber Portugis, di seluruh kerajaan, Pajajaran memiliki kira-kira 100.000 prajurit. Raja sendiri memiliki pasukan gajah sebanyak 40 ekor. Di laut, Pajajaran hanya memiliki 6 buah Jung (kapal laut model Cina) untuk perdagangan antar-pulaunya (saat itu perdagangan kuda jenis Pariaman mencapai 4000 ekor / tahun).

Selain tahun 1511 Portugis menguasai Malaka, VOC masuk Sunda Kalapa, Kerajaan Islam Banten, Cirebon dan Demak semakin tumbuh membuat kerajaan besar Sunda-Galuh Pajajaran semakin terpuruk hingga perlahan-lahan pudar, ditambah dengan hubungan dagang Pajajaran-Portugis dicurigai kerajaan di sekeliling Pajajaran.

Setelah Kerajaan Sunda-Galuh-Pajajaran memudar kerajaan-kerajaan kecil di bawah kekuasaan Pajajaran mulai bangkit dan berdiri-sendiri, salah satunya adalah Kerajaan Sumedang Larang (ibukotanya kini menjadi Kota Sumedang). Kerajaan Sumedang Larang didirikan oleh Prabu Geusan Ulun Adji Putih atas perintah Prabu Suryadewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan kembali ke Pakuan Pajajaran, Bogor.

Kerajaan Sumedang pada masa Prabu Geusan Ulun mengalami kemajuan yang pesat di bidang sosial, budaya, agama (terutama penyebaran Islam), militer dan politik pemerintahan. Setelah wafat pada tahun 1608, putranya, Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata / Rangga Gempol I atau yang dikenal dengan Raden Aria Suradiwangsa naik tahta. Namun, pada saat Rangga Gempol memegang kepemimpinan, pada tahun 1620M Sumedang Larang dijadikan wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram di bawah Sultan Agung, dan statusnya sebagai ‘kerajaan’ diubah menjadi ‘kabupaten’.

Sultan Agung memberi perintah kepada Rangga Gempol I beserta pasukannya untuk memimpin penyerangan ke Sampang, Madura. Sedangkan pemerintahan sementara diserahkan kepada adiknya, Dipati Rangga Gede. Hingga suatu ketika, pasukan Kerajan Banten datang menyerbu dan karena setengah kekuatan militer kabupaten Sumedang Larang diberangkatkan ke Madura atas titah Sultan Agung, Rangga Gede tidak mampu menahan serangan pasukan Banten dan akhirnya melarikan diri. Kekalahan ini membuat marah Sultan Agung sehingga ia menahan Dipati Rangga Gede, dan pemerintahan selanjutnya diserahkan kepada Dipati Ukur. Sekali lagi, Dipati Ukur diperintahkan oleh Sultan Agung untuk bersama-sama pasukan Mataram untuk menyerang dan merebut pertahanan Belanda di Batavia (Jakarta) yang pada akhirnya menemui kegagalan. Kekalahan pasukan Dipati Ukur ini tidak dilaporkan segera kepada Sultan Agung, diberitakan bahwa ia kabur dari pertanggungjawabannya dan akhirnya tertangkap dari persembunyiannya atas informasi mata-mata Sultan Agung yang berkuasa di wilayah Priangan.

Setelah habis masa hukumannya, Dipati Rangga Gede diberikan kekuasaan kembali untuk memerintah di Sumedang, sedangkan wilayah Priangan di luar Sumedang dan Galuh (Ciamis) dibagi kepada tiga bagian; Pertama, Kabupaten Bandung, yang dipimpin oleh Tumenggung Wiraangunangun, kedua, Kabupaten Parakanmuncang oleh Tanubaya dan ketiga, kabupaten Sukapura yang dipimpin oleh Tumenggung Wiradegdaha atau R. Wirawangsa atau dikenal dengan “Dalem Sawidak” karena memiliki anak yang sangat banyak.

Selanjutnya Sultan Agung mengutus Penembahan Galuh bernama R.A.A. Wirasuta yang bergelar Adipati Panatayuda atau Adipati Kertabumi III (anak Prabu Dimuntur, keturunan Geusan Ulun) untuk menduduki Rangkas Sumedang (Sebelah Timur Citarum). Selain itu juga mendirikan benteng pertahanan di Tanjungpura, Adiarsa, Parakansapi dan Kuta Tandingan. Setelah mendirikan benteng tersebut Adipati Kertabumi III kemudian kembali ke Galuh dan wafat. Nama Rangkas Sumedang itu sendiri berubah menjadi Karawang karena kondisi daerahnya berawa-rawa, karawaan.

Sultan Agung Mataram kemudian mengangkat putra Adipati Kertabumi III, yakni Adipati Kertabumi IV menjadi Dalem (Bupati) di Karawang, pada Tahun 1656M. Adipati Kertabumi IV ini juga dikenal sebagai Panembahan Singaperbangsa atau Eyang Manggung, dengan ibu kota di Udug-udug. Pada masa pemerintahan R. Anom Wirasuta putra Panembahan Singaperbangsa yang bergelar R.A.A. Panatayuda Iantara Tahun 1679M dan 1721M ibu kota Karawang dari Udug-udug pindah ke Karawang. 

Jadi nama jalan Sawunggaling, Mundinglaya, Ranggagading, Ranggamalela, Suryakancana, Ariajipang, Bahureksa, Gajah Lumantung, Sulanjana, Badaksinga dan Bagusrangin kalau tidak salah adalah tokoh-tokoh dalam cerita rakyat Lutung Kasarung.

Demikian asal usul nama Sunda yang saya peroleh dari artikel2 blog lain, yang saya postingkan kembali di sini, mohon ma'af jika ada kekurangan atau kesalahan dalam pengeditannya...

29.5.13

CARITA LUCU: NULIS-NA KUMAHA ?




Adul : " Del daripada ngahuleung mah, cing pangnebakeun,,, urang boga hiji pertanyaan...!!!"

Adel : " Sok lah,,, naon pertanyaanna,,,? kade ulah nu gampang teuing,,, sok nu panghesena..!!!"

Adul : " Ari bahasa inggrisna "MANEH" naon ? "

Adel : " Ah atuh eta mah pertanyaan nu panggampangna..."

Adul : " Cing naon atuh jawabanna...? "

Adel : " Ah maneh mah maenya nu kitu wae nyangka urang teu nyaho,,,jawabanna mah pasti " YOU..." "

Adul : " Heueuh bener euy,,,cing ari nulis na kumaha...? " (bari ngasongkeun kertas jeng pulpen )

Adel : " Bedul,,, maenya nu kitu2 wae urang teu bisa,,, nya nulisna mah: Y, O, U ...dibacana: Yu..." ( bari nuliskeun na kertas )

Adul : " Ah maenya nulis na kitu,,,nya salah atuh...!!!"

Adel : " Salah ti mana horeng euy...?? di mana2 ge nulisna mah kitu,,, sok weh coba tanyakeun isuk ka guru bahasa Aringgis, tawa tingali weh na kamus...!!! "

Adul : " Ah da lain kitu nulis na mah,,, berarti maneh teu lulus kelas hiji SD nya,,,? maenya teu bisa nulis nu kitu2 acan...?"

Adel : " Ah kuma maneh weh ,,, maenya nu kitu2 wae urang teu nyaho,,,!!!,,, cik sok urang hayang nyaho ari ceuk maneh kumaha nulisna,,,boa2 maneh nu teu lulus kelas hiji SD teh...!!! "

Adul : " Nya di mana-mana ge nulis na mah kieu: N (en) jeung A (a) jadi dibaca: NA,,, ( bari nuliskeun na kertas ),,,  jauh jauh kana YOU...."

Adel : " (ngahuleung...) aeh heueuh siah nulis NA mah: N jeung A ,,,,gejul siah,,,nipu ka urang..."

Adul : " Ha...Ha...Ha... "



CARITA LUCU: WIRANTA JAWARA TI SEBRANG



Di hiji kampung kacaritakeun mindeng aya rampok,,,

Hiji waktu aya hiji lalaki ngarana Wiranta, kerek balik ti Bank nyokot duit diwadahan kana kantong, terus ngaliwat ka daerah anu loba rampok tea,,,dina pikirna: " wah moal salah yeuh aing pasti dibegal, soalna didieu cenah loba rampok..."

Teu kungsi lila jungjleng opat urang rampok make teregos bari mawa bedog,,, " wah,, bener euy ceuk pikiran aing,,, pasti di begal ! " ( gerentes hatena ), tapi ku tenang-tenangna ieu jelema dipegat ku opat urang rampok bari marawa bedog teh teu ngacirikeun sieun,,, malah wani nyentak ka eta rampok teh...

Wiranta : " Arek naon siah maraneh teh...? rek ngarampok aing siah ? ( bari tutunjuk ) , dikira aing sieun ,,? sok maraju ...!!!

Dikitukeun eta rampok teh rada seber,,,dina jero pikiran maranehna ieu jalma teh lain jalma sambarangan,,,dikitukeun ku si Wiranta teh teu warani maju....

Wiranta : " Sok sok siah lain rek ngarampok aing,,,!!!???  kalah caricing kitu !!!,  yeuh bisi maraneh teu apal aing Wiranta jawara kasohor ti kampung sebrang,,,sok lamun maraneh teu wani ti hareup,,, ti tikang siah !!! ( bari malik ka tukang, ari maksudna mah rek nga gos ngarah teu waranieun... )

Na eta mah teu kungsi lila,,, ari di kitukeun mah eta rampok teh warani,,, but bet ngadek ka si Wiranta anu malik nukangan maranehna...

Wiranta : " Minggeus siah ngaradekna,,,, !!!??? "

Eta rampok teh beuki reuwas ngadenge eta jalma teh ngadon nanya kitu....

Wiranta : " Tah mun geus beres ngaradekna,,,paeh atuh aing...!!!" ( bari ngajoprak )

Rampok : " Harrr ituh sugan teh jago siah...!!! " 




CARITA LUCU: SALAH KAPRAH






Bapa : " Halow aya naon mah meni asa rarewas kieu,,,?? cing kumaha caritakeun make jeng ceurik sagala !!!", ceuk salakina dina telpon ngomong ka pamajikanna.

Mamah : " Bapa,,, abdi diperk*** ku si Abdul...!!! ", ceuk pamajikanna bari ceurik.

Bapa : " Si Abdul..!!!???,,, pambantu urang anu anyar ti Jakarta tea...!!!??" ceuk salakina bari ambeuk.

Mamah : " Enya,,,cenah mah dititah ku Bapa...!!! ", ceuk pamajikanna deui.

Bapa : " Nurustunjung si Abdul siah wawanianan,, jeung mitnah sagala,, mana si Abdulna ?, kumaha cenah tadi ngomongna make jeung mitnah dititah ku Bapa sagala...!!!???

Mamah : " Enya tadi ceuk si Abdul teh kieu:  "sebelum berangkat kerja tadi Bapa pesan:  " Dul nanti kalau hujan,,, rok Ibu angkat, terus burungnya masukin,,,!!!" , nya atuh tadi teh pas hujan ,,,Mamah keur di dapur,,,torojol teh si Abdul,,,nyingsatkeun erok mamah terus weh  kajadian ...!!! 

Bapa : " Gejul teh,,,dasar teu ngahakan bangku sakola siah !!!" (dina jero hatena , bari ngahuleung).

Maksud salakina mah meureun lamun hujan,  nitah nyait erok pamajikanna jeung ngasupkeun manuk kanari nu diteundeun di luar ka si Abdul,,, make basa Indonesia, sabab si Abdul teu ngarti basa sunda....

DASARR ,,, !!!!



KAMUS BASA SUNDA - INDONESIA ( Y )


Y
Yén = Bahwa
Yuswa = Usia



Daptar basa nu sejenna nurutkeun abjad di handap : 





KAMUS BASA SUNDA - INDONESIA ( W )


W
Wadul = Bohong
Wahangan = Sungai / Kali
Waja = Baja
Waktos = Waktu
Walagri = Sehat
Waler = Jawab
Walirang = Belerang
Walungan = Sungai
Waluya = Sehat
Wanara = Mo-nyet
Wanci = Waktu
Wangsul = Pulang
Wangun = Bangun
Wani = Berani
Wanoh = Kenal
Wanoja = Gadis / Remaja
Wantun = Sanggup
Waos = Gigi
Waragad = Biaya
Wareg = Kenyang
Warsi = Tahun
Wartos = Warta
Waruga = Badan
Wasta = Nama
Wasuh = Cuci
Watek = Watak
Wates = Batas
Wawacan = Legenda
Wawar = Memberi Kabar
Wawasan = Hikayat
Wawuh = Kenal
Wayah = Waktu
Wedak = Bedak
Weduk = Kebal
Wegah = Enggan
Welas = Sayang
Wengi = Malam
Wetan = Timur
Wetis = Betis
Weuteuh = Baru
Widang = Bidang
Widi = Ijin
Wijaksana = Bijaksana
Wilangan = Bilangan
Wilujeng = Selamat
Wilujeng Enjing = Selamat Pagi
Wilujeng Siang = Selamat Siang
Wilujeng Sonten = Selamat Sore
Wilujeng Wengi = Selamat Malam
Winojakrama = Lomba
Wios = Biar
Wungkul = Hanya / saja
Wuruk = Mengajar
Wuwung = Atap



Daptar basa nu sejenna nurutkeun abjad di handap : 





KAMUS BASA SUNDA - INDONESIA ( U )


U
Ucing = Kucing
Udag = Kejar
Udur = Sakit
Ulah = Jangan
Ulem = Undang
Ulin = Main
Umur = Usia
Unggal = Tiap
Unggeuk = Manggut
Ungkluk = WTS
Uninga = Tau
Upami = Jika
Urang = Saya
Urut = Bekas
Usik = Gerak
Utami = Utama
Uyah = Garam



Daptar basa nu sejenna nurutkeun abjad di handap :